MANADO, 6 JANUARI 2022 – Gerakan Perempuan Sulut (GPS), siang tadi mengeluarkan surat Mosi Tidak Percaya pada DPP Partai Golkar (PG) dan DPD PG Sulut, berkaitan dengan masih diakomodirnya James Arthur Kojongian (JAK) sebagai wakil rakyat.
Dalam surat, yang ditandatangani dan didukung oleh 20 lembaga (LSM/komunitas yang melindungi perempuan), yang tergabung dalam GPS ini menyatakan dengan tegas beberapa poin tentang kebijakan PG pada JAK yang disebut sebagai tindakan yang mencederai martabat kaum perempuan.
JAK telah diberhentikan sebagai wakil ketua DPRD Sulut oleh Badan Kehormatan DPRD Sulut, serta pemberhentiannya sebagai anggota dewan diserahkan ke mekanisme partai Golkar. Karena JAK, terbukti telah melanggar sumpah dan janji anggota DPRD sebagaimana diatur dalam pasal 139 ayat 2 huruf b UU No. 23 Tahun 2014 jo UU No. 2 Tahun 2015 jo UU No. 9 Tahun 2015. Namun faktanya, hingga saat ini tidak ada tindakan tegas dari DPP Partai Golkar maupun DPD Partai Golkar Sulut untuk memberhentikannya, tapi justru pimpinan DPD partai Golkar Sulut mempertahankan JAK sebagai anggota DPRD Sulut bahkan mengusulkan kepada Pimpinan DPRD Sulut agar JAK diaktifkan kembali sebagai Wakil Ketua DPRD, serta meminta agar hak protokol dan keuangannya dibayarkan.
GPS juga menyorot tentang keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), yang berwenang mengeluarkan SK pemberhentian JAK juga tidak menjalankan kewenangannya, meskipun jelas JAK telah melanggar janji dan sumpah jabatan sebagai anggota dewan yang terhormat adalah sebuah pelanggaran kode etik.
Pembayaran gaji JAK, yang dilakukan oleh Sekretariat DPRD Sulut, atas petunjuk Pimpinan DPRD Sulut sungguh melukai hati. “JAK digaji untuk menyuarakan aspirasi rakyat, salah satunya dengan membuat kebijakan Peraturan Daerah. Bagaimana dia bisa memperjuangkan sebuah kebijakan yang melindungi perempuan korban kekerasan sementara dia sendiri adalah seorang pelaku kekerasan terhadap perempuan. Bagaimana dia bisa membuat kebijakan yang adil gender sementara dia sendiri tidak menghargai perempuan,” kata Kordinator GPS, Ruth Ketsia Wangkai M.Th dalam mosi tidak percaya ini.
Dia juga dalam surat ini mengungkap alasan GPS membuat surat Mosi Tidak Percaya pada PG, karena GPS sebagai gerakan solidaritas yang tumbuh dari gabungan organisasi, lembaga maupun perseorangan yang peduli terhadap isu kekerasan terhadap perempuan dan anak, merasa tindakan yang dilakukan JAK beberapa waktu lalu adalah sebuah tindakan kejahatan kemanusiaan dan perendahan martabat kaum perempuan, bahkan ancaman kematian bagi korban dan tidak mencerminkan prilaku seorang pejabat publik yang mewakili rakyat.
GPS juga mendesak kepada DPRD Sulut, untuk melaksanakan amanah Rapat Paripurna yang memutuskan James Arthur Kojongian telah melanggar sumpah dan janji sebagai anggota dewan yang terhormat, sebagaimana diatur dalam pasal 139 ayat 2 huruf b UU No. 23 Tahun 2014 jo UU No. 2 Tahun 2015 jo UU No. 9 Tahun 2015. Serta meminta DPRD Provinsi Sulut untuk segera menindaklanjuti surat Kemendagri, dengan segera membuat aturan kode etik dan tata beracara, dan mengirimkan dokumen tersebut sebagai landasan hukum pemberhentian JAK.
GPS sendiri adalah gerakan solidaritas yang tumbuh dari gabungan organisasi, lembaga maupun perseorangan yang peduli terhadap isu kekerasan terhadap perempuan dan anak. Adapun 20 lembaga yang tergabung dalam GPS yaitu Asosiasi Pastoral Indonesia (API) Wilayah XI, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulut, Bacarita Karema. Rumah Studi Budaya dan Teologi, Gerakan Angkatan Muda Kristen (GAMKI) Sulut, Gerakan Cinta Damai Sulut (GCDS), Koalisi Perempuan Indonesia Manado, Koalisi Perempuan Indonesia Tomohon, Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI) Metro, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado, Lembaga Perlindungan Anak Sulut, Lembaga Perlindungan Anak Tomohon, Lembaga Pendampingan Perempuan dan Anak “Terung Ne Lumimuut” Sulut, Muslimat NU, Persekutuan Perempuan Adat Nusantara AMAN Wilayah Sulut, Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi Di Indonesia (PERUATI) Region Sulawesi Utara-Tengah-Gorontalo (SULUTTENGGO), Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur (PUKKAT), Yayasan Pelita Kasih Abadi (YPEKA) Sulut, Yayasan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (YAPPA) Sulut, Yayasan Suara Nurani Minaesa (YSNM) Sulut, dan Yayasan Swara Parangpuan (Swapar) Sulut. (graceywakary)