MANADO, 9 JUNI 2025 – Pada 12 Juni mendatang, salah satu desa wisata unggulan di Kabupaten Kepulauan Sangihe, kampung Para Lelle berkolaborasi bersama Wildlife Conservation Society (WCS), dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi utara (Sulut), akan menggelar kegiatan budaya dengan adat khas, untuk mengharap berkat pada Yang Kuasa melalui ritual agung, Seke Maneke.

Pada MANADONES Kapitalaung (Kepala Desa) Kampung Para Lelle, Elengkey Nesae menjelaskan kegiatan adat ini, adalah sebuah penantian berkat dari Yang Kuasa pada masyarakat kampung, yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, sekaligus menjaga lingkungan laut melalui penangkapan tradisional yang ramah lingkungan. Diterangkan Nesae, kolaborasi WCS dan BKSDA Sulut ini mendorong mereka untuk terus menjaga cara penangkapan ikan yang ramah dan lingkungan serta mendorong desa mereka sebagai kawasan Desa Wisata unggulan untuk Indonesia. Sekaligus menanti berkat dari Yang Kuasa, melalui kedatangan ikan ikan yang layak untuk dikonsumsi dengan menggunakan peralatan tradisional dan doa doa khas Sangihe.
Ya, tradisi adat Seke Maneke adalah tradisi menangkap ikan dengan menggunakan alat dari alam yang terbuat dari bulu, dianyam dengan rotan dan daun kelapa, dimana kegiatan ini akan diawali dengan doa, setelah kemudian peserta akan bersama dengan masyarakat menangkap ikan secara langsung di pantai. Agenda persiapan ajang Seka Maneke, ini dikemas menarik dan menghibur, agar para wisatawan yang diundang bisa merasakan pesona desa sekaligus menikmati tradisi yang telah ada sejak ratusan tahun ini bisa terjaga dan dilestarikan. Dimana secara umum sejak Februari lalu mereka telah menyiapkan beberapa lumbung ikan untuk dijaga dan agar tidak terjadi penangkapan yang berlebihan.
Masyarakat, disebutnya siap menyambut para undangan dari pimpinan Pemerintah Sulut, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe hingga para undangan. “Kapal untuk kegiatan sudah siap. Tanggal 11 Juni di Hari Rabu pagi akan ada pengadaan janur, kemudian 12 Juni atau Hari Kamis pagi sekitar pukul 05.30 akan dilakukan pengoperasian. Tinggi alat ini sekitar 10 cm dan ditanam pada kedalaman 10 hingga 20 cm, di permukaan pantai menuju laut,” ujar Nesae.
Perwakilan WCS di Desa Para Lelle, Elisa Lengkong menyebut kolaborasi ini adalah bagian dari mendorong pemanfaatan perikanan yang ramah lingkungan, serta menjaga budaya dan adat daerah sebagai aset wisata untuk daerah dan NKRI. “Kami bersama BKSDA Sulut dan masyarakat berharap kegiatan ini bisa menjadi kalender unggulan pariwisata Sulut dan Indonesia, serta menjadi contoh perikanan yang ramah lingkungan melalui atraksi budaya dan adat,” jelas Elisa, sembari menyebut WCS telah melakukan pendampingan sejak 2019 di desa yang memiliki kawasan pantai pasir putih yang indah ini. (Agung Koyongian/gracey wakary)





