Ikan Melimpah di Seke Maneke jadi Tanda Diberkati dan Ingatkan untuk Terus Bersatu

Beragam ikan di Seke Maneke pagi tadi, ritualadat sekaligus pengingat adanya kearifan lokal dalam budaya perikanan.

MANADO, 12 JUNI 2025 – Tangan Kordinator Wildlife Conservation Society (WCS) Elisa Lengkong, nampak cekatan menyiapkan catatan, dan tidak lupa mengikat rambut panjangnya.

 

Bacaan Lainnya

Sesekali Elisa yang dibantu Archie yang juga dari WCS mengingatka pada para koleganya, dan tim dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi utara (Sulut), yang memang sejak awal bersama masyarakat desa wisata, kampung Para Lelle mengawal kearifan lokal khas Sangihe, untuk menjadi corong pengingat bagi para undangan yang hadir di puncak ritual adat menangkap ikan, Seke Maneke untuk menghindari dua pantangan saat kegiatan di mulai mulai subuh tadi.

 

Tetua Adat Kampung Para Lelle, Albertus Sakendatu yang membacakan doa pada Seke utama yang diletakkan di sebuah perahu nelayan tradisional.

Kedua pantangan ini adalah semua peserta pria yang menjadi bagian Seke Maneke tidak boleh mencelupkan kakinya saat berada di area bibir pantai, harus berjalan tanpa mengangkat kaki, dan kedua adalah para perempuan dewasa wajib mengikat rambutnya, serta dilarang masuk saat prosesi doa tanda dimulainya Seke Maneke. “Bagi kami, mendorong kearifan lokal ini menjadi bagian pariwisata Sulut serta mengkampanyekan penangkapan ikan yang ramah lingkungan masih ada di Sulut,” ungkap Elisa pada MANADONES, saat jam ditangan baru menunjukkan pukul 03.30 Wita.

Baca juga  Manajemen DAW Bawa Bantuan Bapok Makanan ke Mercyville Yetterang

 

Memang ritual adat ini sempat hilang selama 38 tahun, namun terpilihnya Kampung Para Lelle sebagai Desa Wisata Unggulan, membuat masyarakat dengan dorongan WCS dan BKSDA Sulut sepakat untuk menghidupkan lagi ritual yang berusia ratusan tahun dan ditemukan oleh dua pemimpin utama di Sangihe kala itu. Seke Maneke sendiri artinya mengumpulkan ikan di pantai melalui ritual doa pada Yang Kuasa dengan menggunakan perlengkapan yang disiapkan oleh alam, seperti seke (janur kelapa), bulu tui (bambu kuning kecil), gomutu (ijuk), kayu nibong (batang nira), dan rotan.

 

Tepat saat matahari terbit, sekira pukul 05.30 Wita prosesi dimulai, dengan hadirnya Tetua Adat Kampung Para Lelle, Albertus Sakendatu yang membacakan doa pada Seke utama yang diletakkan di sebuah perahu nelayan tradisional, yang diatasnya terlihat ada nasi kuning dan 5 buah telur ayam, serta kelapa muda. Usai bacaan doa, puluhan nelayan dengan semangat tinggi melepas Seke ke laut, kemudian menariknya bersama-sama menuju permukaan pantai. Suara teriakan kerja sama dalam bahasa daerah menggema di sekitar pantai, membuat suasana semakin tegang dan seru.

Baca juga  Bantu Majukan Pariwisata Kabupaten Kepulauan Sangihe Polimdo Siapkan Pendampingan

 

Kepala Dinas Pariwisata Sulut dr Devi Tanos, Staf khusus Gubernur Bidang Pariwisata Dr Drevy Malalantang dan perwakilan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe, namak hadir pada kegiatan ini.

Kerja sama dan strategi yang berpengalaman menjadi kunci berhasilnya penangkapan. Para penonton pun tampak tegang sekaligus antusias, mengikuti jalannya proses dari awal hingga ikan-ikan mulai terlihat di permukaan. “Ini bukan hanya soal menangkap ikan, tetapi soal nilai-nilai kebersamaan, kearifan lokal, dan semangat gotong royong yang terkandung di dalamnya. Sebuah kekayaan budaya yang patut dijaga dan diwariskan,” ucap Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Kampung Para Lelle, Bidar Pansian bersama para nelayan setempat.

 

Kapitalaung (Kepala Desa) Kampung Para Lelle, Elengkey Nesae juga mengungkapkan rasa terima kasihnya pada semua undangan yang hadir, mulai dari perwakilan Pemerintah Provinsi Sulawesi utara (Sulut), yang diwakili langsung oleh Kepala Dinas Pariwisata Sulut dr Devi Tanos, Staf khusus Gubernur Bidang Pariwisata Dr Drevy Malalantang dan perwakilan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe, serta media yang hadir pada kegiatan ini. “Kami sangat berharap semua pihak bisa mendorong Seke Maneke untuk menjadi bagian dari tontona pariwisata tahunan, agar kampung kami menjadi bagian asset wisata Indonesia pada dunia,” terang Elengkey. (gracey wakary/agung koyongian)

Yuk! baca berita menarik lainnya dari Manadones di saluran WHATSAPP

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *