MANADO — Kota Manado itu luar biasa di mata dunia, dia memiliki prestasi yang jarang bisa dikuti kota kota lainnya di Indonesia dan dunia.
Ibu kota dari Sulawesi Utara (Sulut), 10 tahun lalu telah menorehkan sejarah yang tinta emas yang sulit untuk dilakukan lagi. Ini diungkapkan oleh Ketua Tim Percepatan Pengembangan Wisata Bahari Kementerian Pariwisata RI, Indroyono Soesilo dalam Workshop Pengembangan Wisata Selam di Manado dan sekitarnya sore tadi. Disebutnya pada 2009 lalu Kota Manado mampu menyelenggarakan tiga kegiatan kelas dunia yaitu sekelas World Ocean Conference (WOC), dimana hampir 50 negera mengirimkan perwakilannya mulai dari duta besar hingga para peneliti kelautan perikanan serta, Coral Triangle Initiative (CTI) berupa pertemuan VVIP para pemimpin enam negara yang memiliki keragaman hayati kelautan dan Sail Bunaken dengan atraksi dan pemecahan tiga rekor selam dunia yang diikuti oleh sekira 2800 an penyelam.
“Manado bukan lagi kota yang biasa biasa saja. kota ini menjadi daerah yang membuat kebijakan dunia makin melihat kearah perlindungan laut lebih lagi. Manado itu isimewa, mampu mendatangkan enam kepala negara dan menyelenggarakan kegiatan pemecahan rekor dunia yang luar biasa,” kata mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dalam Kabinet Kerja 2014-2019, di kegiatan yang digelar ruang rapat Gedung Coral Triangle Information and Learning Center (CTI) .
Untuk itu, sudah memang sepantasnya area ini menjadi kawasan unggulan pariwisata. Dalam pemaparan Wakil Gubernur Sulut, Steven Kandouw yang dibacakan langsung oleh Kepala Dinas Pariwisata Sulut, Daniel Mewengkang di workshop yang digagas oleh Kementerian Pariwisata RI, sejak 2015 lalu terjadi peningkatan yang luar biasa dari kedatangan wisatawan mancanegara ke Nyiur Melambai yang menjadikan Manado sebagai homebase utamanya. Disebutkan oleh Kandouw sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015 kedatangan para wisatawan mancanegara ada diposisi 27.000 orang, kemudian meningkat di tahun 2016 menjadi 48.288 orang, di tahun 2017 menjadi 80.976 orang dan tahun 2018 lalu angka ini meningkat lagi menjadi 127.879 orang.
Senada juga dikatakan oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) di Sulut, Arbonas Hutabarat yang menuturkan bahwa kebijakan BI terbaru salah satunya adalah ikut ambil bagian dalam meningkatkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui sektor pariwisata dan kawasan wisata unggulan daerah.
“Sekali lagi saya katakan Sulut itu punya nilai tinggi dan sangat luar biasa. Kita harus mampu menjaga dan mengembangkan aset pariwisata untuk makin baik dan makin disukai para wisatawan, terutama wisata selam,” ungkapnya. Untuk itulah perlu adanya kolaborasi yang baik dan berkelanjutan antara pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan para pelaku pariwisata itu sendiri,” tambah Arbonas.
Tidak ketinggalan, Kepala Taman Nasional Bunaken, Farianna Prabandari yang ikut memaparkan beberapa kawasan di luar Pulau Bunaken yang memiliki pesona menyelam, yang tidak kalah cantiknya seperti Pulau Mantehage dan Nain di Minahasa Utara dan wisata mangrove yang ada di Bahawo Minahasa Utara.
Hadir juga pada kegiatan sehari ini, Intern Executive Director Regional Secretariat of the CTI – CFF, Hendra Yusran Siry, Sekretaris Dinas Pariwisata Kota Manado Ferry, akademisi Universitas Sam Ratulangi, para pelaku di wisata selam Sulut yang diwakili oleh Persatuan Pekerja Wisata Selam (PPWS) Sulut, North Sulawesi Watersport Association (NSWA) dan para pemilik usaha wisata selam mulai dari Safari Tour, MM hingga POSSI Sulut. (gracey)