Namanya dikenal sebagai salah satu pahlawan nasional dan Founding Father yang punya andil besar, untuk kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945. Sepak terjang Maramis untuk menjadikan Merah Putih berkibar di tanah merdeka ini, membuatnya masuk sebagai orang yang tidak mungkin dilupakan, dan baru baru ini pemerintah RI menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional.
Untuk itu, masih dalam rangkaian Hari Pahlawan, Manadones Online Magazine www.manadones.com mengutip dan melakukan wawancara dengan sumber terdekat yang berhubungan darah dengannya, yaitu Meity Pandean yang tidak lain adalah keponakan dari AA Maramis tentang siapa sebenarnya “Mister AA Maramis”, yang namanya selalu ada di setiap daerah di Indonesia untuk dijadikan sebagai nama jalan utama, sebagai bentuk penghormatan pada pahlawan kemerdekaan ini.
Siapa A.A. Maramis
Alexander Andries Maramis lahir di pusat Kampung Paniki Bawah (kini disebut sebagai jalan tengah dan telah menjadi Kelurahan Paniki Bawah), pada 20 Juni 1897, dari pasangan suami istri Andries Arnoldus Maramis dan Charlotte Tikoalu.

Dari kecil dia memang sudah mencintai buku, tidak heran Maramis mampu masuk ke sekolah sekolah yang pada jamannya merupakan sekolah unggulan yang kebanyakan siswanya adalah warga Belanda seperti sekolah dasar elite anak-anak Eropa, Europeesche Lagere School. Usai lulus, ia masuk sekolah menengah yang juga elite di Jakarta, Hogare Burger School Koning Willem III (KW-III).
Ini dibuktikan dalam buku, Di Negeri Penjajah karya Harry Poeze (2008) menyebut, “Soebardjo bersama Maramis dan (Nazir) Pamoentjak tiba di Belanda Juni 1919, termasuk tiga mahasiswa yang datang sesudah Perang Dunia I. Ketiga mahasiswa itu bermaksud belajar hukum, dan bersiap menempuh ujian negara yang merupakan syarat masuk Leiden, dengan mempelajari bahasa Yunani dan bahasa Latin.”
Untuk bisa lulus ujian bahasa klasik itu, mereka bertiga menyewa Drs. Green sebagai guru les mereka. Terbatasnya uang membuat mereka bertiga bekerja dulu.
“Waktu itu, orang-orang yang punya ijazah HBS (SMA Belanda) mendapat penghargaan tinggi dalam masyarakat […] sehingga tak ada kesukaran bagi kami mendapat pekerjaan dengan gaji yang cukup memuaskan,” ujar Soebardjo dalam autobiografinya Kesadaran Nasional (1978). Soebardjo diterima di Kantor Pos Telepon & Telegraf, Nazir di Departemen Dalam Negeri, dan Maramis di Kantor Monopoli Negara. Mereka bertiga mendapatkan beasiswa dari pemerintah kolonial Hindia Belanda untuk kuliah hukum selama enam tahun di Universitas Leiden.
Selain itu, menurut MPB Manus dalam Tokoh-tokoh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPK) Volume 2 (1993), Alex lulus sebagai Meester in Rechten (Mr) pada 1924. “Ia aktif di dalam organisasi pemuda, partai politik, perkauman Kawanua sampai organisasi gerejani,” tulis Manus.
Sepanjang karier sebagai pengacara, Alex Maramis pernah buka kantor advokat di Semarang, Palembang, Teluk Betung (Lampung), dan Jakarta. Di awal pendudukan Jepang, menurut Orang Indonesia yang Terkemuka di Jawa (1986), Maramis adalah penggiat Majelis Pertimbangan Poesat Tenaga Ra’jat (Poetera) dan bekerja sebagai pengacara di Jakarta.
Mengubah untuk Keberagaman
Menjadi anggota BPUPKI, makin membuat Maramis menyadari betapa besarnya tanggungjawabnya.

Di BPUPKI sendiri, Maramis adalah salah satu dari para anggota bergelar Mr (Meester in Rechten). Bersama Johannes Latuharhary dari Ambon, Maramis mewakili kalangan Indonesia timur, yang mayoritas penduduknya beragama Kristen.
Advokat ini juga perumus dari Piagam Jakarta (cikal bakal Pancasila), serta orang yang meminta poin pertama diubah, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” kemudian dihapus.
Menteri Keuangan Pertama
Dalam Kabinet Presidensial Pertama, dia menjadi Menteri Negara Kabinet RI pertama antara 19 Agustus – 25 September 1945, Menteri Keuangan kedua sejak 25 September 1945.

Tahun 1947 dalam Kabinet ke-5 RI (Kabinet Amir Sjarifuddin I) sebagai Menteri Keuangan mewakili PNI. Tahun 1947-1948 dalam Kabinet ke-6 RI (Kabinet Amir II) juga sebagai Menteri Keuangan mewakili PNI. Tahun 1948-1949 dalam Kabinet Hatta Pertama (Presidentil Kabinet) jadi Menteri Keuangan.
Tahun 1948-1949 saat Agresi Militer Belanda ke-2 duduk dalam Kabinet Darurat Pemerintah Darurat RI (PDRI) sebagai Menteri Luar Negeri. Tahun 1949, jadi Dubes di Filipina, lalu jadi Dubes di Jerman Barat 1953, terakhir jadi Dubes di Moskow 1955. Pensiun tahun 1958 dan menetap di Swiss.
Maramis menikah dengan Elizabeth M.D. Veldhoed, seorang janda berdarah Belanda dan Bali pada 1928 di Palembang, dipernikahannya ini, pria Paniki ini tidak dikaruniai seorang anam.
Mr AA Maramis meninggal dunia pada 31 Juli 1977, jenazahnya disemayamkan di Ruang Pancasila Departemen Luar Negeri dan dilanjutkan dengan upacara militer untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Sebuah kebanggaan seorang dari Nyiur melambai mampu tampil dan punya andil besar untuk kemerdekaan kita dan namanya diingat sebagai salah satu Bapak Bangsa. Dia pahlawan kita. Jangan lupakan(graceyw/berbagai sumber/keluarga).





