MANADO — Rancangan Kitab Undangundang Hukum Pidana (RKUHP), masih jadi topik yang terus di bicarakan dan diteliti untuk diperbaiki, sebelum dijadikan KUHP Indonesia untuk digunakan.
Disebutkan oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sulawesi Utara (Sulut) dalam Fokus Grup Diskusi (FGD), yang digelar akhir pekan kemarin di Grand Whizz Hotel Manado. Sebanyak lima hal dijadikan unsur yang harus diperbaiki dalam RKUHP, yang hingga saat ini masih ditunda pengesahannya oleh DPR RI. Kelima hal tersebut adalah kontrasepsi, living law dalam bermasyarakat, persetubuhan diluar ikatan pernikahan, kehamilan pada perempuan, pengelandangan yang ada di pasal 416, pasal 430, pasal 432, pasal 414 dan pasal 416. “Jika usulan pasal 416:1 dalam RKUHP tidak diakomodir maka kami minta pasal 414 dihapuskan, karena hal tentang kontrasepsi bisa berdampak yang luar biasa,” tutur Jenifer Mawikere dari PKBI Sulut.

Selain itu, ada juga pasal tentang Living law yang dalam RKHUP ini, yang berpotensi membuat diskriminasi dalam kehidupan bernegara dalam NKRI, seperti dalam pasal 2, pasal 598, dan pasal 618. Tidak terkecuali juga di pasal pasal 418, pasal 419, pasal 433, pasal 434, pasal 417, dan pasal 449 yang jika tidak dihapus dan diperbaiki akan perpotensi mengkriminalisasi setiap bentuk persetubuhan diluar ikatan perkawinan.
“Ini sangat melanggar ruang privat warga negara dan begitu multitafsir,” tambah Michael Jakobus salah satu pengamat hukum serta anggota LBH Manado yang menjadi pembicara utama pada kegiatan yang dihadiri oleh sekitar 15 peserta berbagai beralatar belakang keilmuan.
Kriminalisasi pada perempuan juga terlihat jelas dalam beberapa pasal seperti pasal 431, pasal 415, pasal 432, pasal 416, pasal 489, pasal 470, pasal 490, pasal 471, pasal 491, pasal 472 dan pasal 626, yang berhubungan dengan penghentian kehamilan dalam bentuk apapun dianggap pidana. Sementara itu, sampah masyarakat alias pengelandangan juga tidak spesifik ditegaskan hingga menurut Tiara Quinn perwakilan dari LGBT Manado menganggap sangat berpotensi merugikan kehadiran mereka. “Padahal kami tidak mengganggu dan kehadiran kami sama sekali bukan menjadi gelandangan,” tandasnya.
Untuk itu melalui hasil FGD ini, PKBI Sulut, Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) di Sulut juga merekomendasikan pasal pasal diatas untuk dihapus dan tiadakan, serta diubah untuk lebih spesifik lagi hingga tidak merugikan pihak pihak. (graceywakary)