MANADO – Jarum jam baru menunjukkan pukul 08.35 WITA, namun kantor Manengkel Solidaritas, sebuah lembaga swadaya yang berada di Jalan Yos Sudarso, Kecamatan Paal II, Kota Manado sudah terlihat ramai, nampak enam motor matik dan satu mobil jenis APV putih berkapasitas tujuh tempat duduk, rapi terparkir di halaman kantor yang bercat putih biru serta memiliki empat ruang utama ini.
Delapan stafnya, tampak serius menulis semua arahan yang diberikan koordinator kegiatan pengembangan pertanian organik dan ramah lingkungan Desa Tumaluntung Kabupten Minahasa Utara (Minut), Sella Runtulalo. Dalam rapat itu, terlihat Sella mengungkapkan pentingnya melakukan pendekatan kepada para perempuan untuk mengolah pertanian organik lanjutan, yang ada di desa ini.
Menurut Sella keterlibatan perempuan harus menjadi bagian utama, dari kegiatan yang telah digagas Manengkel Solidaritas bersama PT Tirta Investama Airmadidi sejak 2019 lalu. Kala itu, kegiatan tersebut membuat Tumaluntung masuk dalam “100 Desa Wisata Unggulan” dan mendapat Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenperaf) RI.
Bukan tanpa alasan, wanita kelahiran Gorotalo tahun 1972 ini menerangkan pada para staf, bahwa kehadiran pertanian organik ini mendorong peningkatan pendapatan ekonomi dari desa, yang kini dalam mampu menghasilkan masukan bagi pemerintah desa sekira Rp5 juta dalam sepekan, karena kedatangan wisatawan yang ingin belajar dan melihat langsung kegiatan lingkungan hasil para perempuan desa.
Usai rapat, Sella menceritakan pada Manadones tentang program lingkungan yang disusunnya bersama tim Manengkel Solidaritas. Dimana, Desa Tumaluntung, adalah salah satu dari lima desa binaan Manengkel Solidaritas di Sulawesi utara (Sulut), yang beda dengan desa lainnya. Kempat desa lainnya yaitu Desa Bahoi Kabupaten Minut dan Desa Bahowo Kota Manado, serta Desa Popareng dan Desa Ranowangko II yang ada di Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel), di fokuskan pada program penyelamatan pesisir dan laut seperti program penanaman mangrove, penyelamatan tukik dan penyu hijau serta transplantasi koral.
Hasil kerja keras Sella, bersama Manengkel Solidaritaspun mendapat pengakuan melalui dukungan pendanaan, bagi program besutannya seperti dari The Asian Development Bank (ADB), jatuh hati dengan mendukung pendanaan di Desa Bahowo dan Popareng. Begitu juga dengan PT Tirta Investama Airmadidi (Aqua), yang menyalurkan dana dari program tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR), untuk kegiatan mereka di Tumaluntung, sementara Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Sulut juga ikut membantu pendanaan dengan pengadaan kapal angkut sampah di Desa Bahowo dan Popareng.
“Selama kami bekerja sama, dengan Manengkel Solidaritas, Sella selalu menjadikan perempuan sebagai salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari program lingkungan. Dan ini juga yang mendorong keberhasilan program kami,” jelas mantan Kordinator CSR dari PT Tirta Investama Airmadidi, Femmy Luntungan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya Bakar, bahkan menyempatkan diri hadir langsung, melihat program Manengkel Solidaritas di Desa Bahowo pada 2019 lalu, karena hadirnya hutan mangrove di Bahowo. Desa Bahawo sendiri, sebelumnya adalah desa tertinggal di Manado, dengan warganya yang hanya menjadi nelayan tradisional, berpenghasilan hanyalah Rp500 ribu hingga Rp1 juta perbulannya. Namun melalui program wisata penanaman Mangrove dari Manengkel Solidaritas, meningkat menjadi Rp3 juta hingga Rp5 juta, seperti hasil data yang dikeluaran Manengkel sejak 2020 hingga kini.
Sella sendiri, kerap kali menolak penghargaan lingkungan dari pemerintah, atau organsasi swasta yang ditujukan pada dirinya. Menurutnya, semua program dan aksinya adalah milik Manengkel Solidaritas, dia hanyalah bagian dari organisasi ini. “Reklamasi makin marak, sampah makin banyak sementara kegiatan lingkungan makin terlupakan. Saya tidak ingin, anak anak dan cucu saya, akhirnya tidak lagi menikmati segarnya ikan laut, karena laut tercemar. Khusus penghargan, yang berhak adalah Manengkel, bukan saya,” tuturnya, sembari mengaku puas jika program yang dijalankannya bisa berjalan baik.
Saat ditanya tentang keterlibatannya di Manengkel Solidaritas, Sella menyebut bahwa dirinya memang ingin memberi diri pada lingkungan, demi anak anak dan generasi selanjutnya. Dia, bersama delapan sahabat akrab yang juga aktivis, dan pengajar lingkungan di Sulut, sama sama mendirikan Manengkel Solidaritas pada 2015 lalu, karena dorongan yang sama, lingkungan.
Salah satu pendiri Manengkel Soldaritas, Sonny Tasidjawa mengungkapkan peran Sella sangat menonjol bagi organisasi mereka. Ini, juga diakui oleh pejabat daerah yang bekerja sama untuk program Manengkel Solidaritas. “Dia, selalu menjadi perempuan ujung tombak kegiatan, seperti program kerja sama kami Desa Tumaluntung,” kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Minut, Wangke Karundeng.
Di tahun 2022 ini, Manengkel sedang menyiapkan program perempuan menekan stunting di Pulau Lembeh, dan program penghijauan di Gunung Klabat, Minut. (graceywakary)