PARA LELLE, 11 JUNI 2025 – Kepuasan, dan raut penuh senyum, terlihat di wajah belasan pria berusia dewasa Kampung Para Lelle, saat memanggul puluhan Elise atau janur kuning terbaik, yang mereka dapat di Pantai Dua Sawang, siang tadi.
Mereka tak terlihat lelah, malah sambil memikul Elise bahasa daerah Sangihe untuk Janur, mereka menyanyikan lagu daerah pelan namun penuh semangat,
Pada MANADONES, Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Bidar Pansian menjelaskan prose Mencari Elise, membutuhkan delapan orang pemanjat pohon kelapa terbaik dan kuat yang ditugaskan untuk mengambil janur dengan teknik khusus dan penuh kehati-hatian. “Setelah dipotong, janur harus jatuh dalam posisi terlentang di tanah. Jika janur jatuh dalam posisi tertancap, maka dianggap tidak layak untuk digunakan karena bisa membawa pertanda buruk dalam prosesi adat,” jelas Bidar.
Dia kemudian menjelaskan kepercayaan lokal menyebutkan bahwa janur yang jatuh tertancap dapat menyebabkan adanya batu karang menghalangi atau naiknya air laut secara tiba-tiba. Seke Maneke sendiri adalah ritual adat menangkap ikan dengan menggunakan bahan alami yang unik, dan harus dari alam dan dibuat oleh tangan manusia, alias bukan mesin.
Menurut Bidang, Seke Maneke yang terakhir digelar pada 1987 ini, tidak hanya memiliki nilai budaya, tetapi jugap mengajarkan kehati-hatian kerja sama. “Ini juga bagian warga untuk menjaga wilayah konservasi yang sudah di tetapkan oleh kementerian perikanan, Lingkungan Hidup dan kehutanan,” tambah Bidar.
Usai itu, Elise yang telah ada menurut Bidar dilakukan Mengelise alias mempersiapkan janur untuk diubah menjadi sarana saat prosesi ritual adat puncak dari Seke Maneke. Seke Maneke sendiri, adalah kegiatan ritual ada dari Kampung Para Lelle Tatoareng, Kabupaten Kepulauan Sangihe yang terakhir kali digelar pada 1987 lalu, dan dengan berkolaborasi bersama Wildlife Conservation Society (WCS), bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi utara (Sulut), warga dari Desa Wisata unggulan Sulut ini kembali menggelarnya, dan besok sebagai puncak ritual ini. (agung koyongian)