Ketua ISEI Manado Sebut Inflasi 2,65 Persen Bisa Perlambat PE

Akademisi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Joy Elly Tulung SE MSc PhD, yang juga dikenal sebagai Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Manado Periode 2025 – 2028.

MANADO, 9 APRIL 2025 – Melesatnya tingkat inflasi secara bulan ke bulan atau month to month (m-to-m) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) untuk bulan Maret 2025 sebesar 2,65 persen, memang wajib diwaspadai.

 

Bacaan Lainnya

Pasalnya Inflasi sebesar 2,65 dengan kontribusi utama dari kenaikan tarif listrik, disebut akademisi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Joy Elly Tulung SE MSc PhD memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian daerah. Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Manado Periode 2025 – 2028 mengurai, kenaikan tarif listrik menyebabkan peningkatan biaya produksi bagi pelaku usaha, yang dapat menurunkan daya saing produk lokal dan menekan profitabilitas bisnis. “Bagi masyarakat, inflasi ini mengurangi daya beli, terutama jika kenaikan harga tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan, yang dapat menyebabkan penurunan konsumsi rumah tangga dan memperlambat pertumbuhan ekonomi regional,” kata Joy pada MANADONES.

Baca juga  HLM BI Sulut jadi Ajang Curhat tentang Alih Fungsi Lahan untuk Nilam dan Minimnya Jaringan Internet

 

Diapun mendorong agar pemerintah daerah segera mengambil langkah strategis untuk mengendalikan inflasi dengan  memastikan pasokan listrik yang stabil beserta harga terjangkau. Selain itu, lulusan University of Groningen, The Netherlands, Belanda ini juga menyebut agar pemerintah bisa  mengawasi harga komoditas penting lainnya, serta meningkatkan efisiensi produksi dan distribusi guna menekan biaya operasional dan menjaga stabilitas harga di pasar.

 

Inflasi yang melesat, dan mulai melintasi mandat dari Bank Indonesia untuk pengendalian inflasi dalam kisaran target 2,5 ± 1%, ditambahkanya sebagai sinyal risiko awal terhadap efektivitas bauran kebijakan moneter dan sinergi pengendalian inflasi yang dilakukan bersama instansi lain. “Inflasi yang melebihi ekspektasi ini bisa menjadi sinyal awal atau warning sign bahwa kebijakan pengendalian harga, termasuk di sektor pertanian dan energi, perlu penyesuaian lebih adaptif terhadap dinamika harga global dan domestic,” tuturnya, sambil menambahkan hal ini bukan berarti kebijakan gagal, tetapi perlu penguatan koordinasi antar instansi, serta peningkatan respons kebijakan jangka pendek untuk menjaga ekspektasi inflasi tetap terkendali. Seperti diketahui, sejak Desember 2024 lalu hingga Februari 2025, Sulut mengalami deflasi mulai di angka 0,07 persen, 1,10 persen dan 0,53 persen. (graceywakary)

Baca juga  Gubernur BI Sebut FEKDI 2023 sebagai Konektivitas Pembayaran Lintas Negara di ASEAN

 

Yuk! baca berita menarik lainnya dari Manadones di saluran WHATSAPP

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *