MANADO, 28 OKTOBER 2022 – Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA), pada anak akibat penggunaan sirup obat batuk yang didentifikasi sebagai kontaminan beracun dietilen glikol, dan etilen glikol cukup membuat resah masyarakat, karena diduga ada korban nyawa.
Untuk itu, para orang tua (ortu) untuk waspada dan cermat saat memberikan dosis obat pada anak anak, terutama anak usai dini, dikatakan oleh Komite Ahli Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Dr.dr Suryadi Tatura SpA(K), pada MANADONES sore tadi.
Menurutnya, pada anak perhitungan dosis obat sangat ketat yaitu berdasarkan berat badan si buah hati. “Meskipun si buah hati memiliki usia yang sama, namun bisa saja dosis obat berbeda, apalagi kalau nyata-nyata usianya berbeda,” kata dokter lulusan Fakultas Kedokteran (Faked), Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) saat ditemui.
Jika, dosis ini tidak dipahami, maka akan menyebabkan keracunan obat pada anak tersebut, terang Wakil Ketua Komisi Daerah (Komda) Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Sulawesi Utara (Sulut). Dokter Didi, sapaan akrabnya kemudian mempresentasikan secara klinis, tiga tahapan adanya keracunan akibat etilen glikol berdasarkan urutan waktu.
Pertama, selama beberapa jam pertama setelah konsumsi akut, korban mungkin tampak mabuk atau sama dengan minum etanol (alcohol). Selain itu, gastritis atau maag dengan gejala muntah dapat terjadi.
Kedua, setelah penundaan selama empat jam hingga 12 jam, terjadi asidosis, hiperventilasi (napas cepat), kejang, koma, gangguan konduksi jantung, dan aritmia (jantung berdetak tidak beraturan). Gagal ginjal sering terjadi tetapi biasanya reversibel (dapat pulih dengan penanganan cepat). Edema (bengkak) paru dan edema(bengkak) otak juga dapat terjadi. Tetani (kejang) karena kekurangan unsur kalsium juga dapat terjadi.
Ketiga, setelah penundaan berhari-hari hingga berminggu-minggu, gejala neurologis (saraf) yang tertunda telah dilaporkan meskipun jarang. Contohnya termasuk gangguan saraf wajah dan saraf yang mengatur pendengaran dan keseimbangan seperti pusing atau vertigo.
Selain itu otak membengkak, penyakit Parkinson, kelumpuhan otot perut, kembung, dan tekanan darah menurun dapat terjadi. Selain etil glikol yang terkenal saat ini, terdapat glikol lain seperti polietilen glikol, propilen glikol dan trietilen glikol jyang sangat beracun, dan dapat menyebabkan depresi sistem saraf pusat, gagal ginjal akut, asidosis metabolik, dan neurotoksisitas (kerusakan otak).
“Berdasarkan fakta-fakta yang ada Kemenkes RI, dan BPOM bertindak cepat untuk menghentikan sementara, semua obat sirup sampai terbukti aman. Namun demikian masih tersedia obat-obatan yang bukan sirup yang dapat digunakan sehingga masyarakat tidak perlu khawatir,” kata dokter anak, sembari menyebut, saat ini BPOM sudah mengeluarkan surat dimana terdapat 133 obat sirup yang tidak menggunakan bahan etil glikol atau glikol lainya.
Seperti diketahui, Kemenkes RI kembali memberikan update perkembangan terkait penanganan kasus GGPA pada anak secara nasional per 26 Oktober lalu ada 18 kasus, dengan total tercatat saat ini total kasus sebanyak 269 kasus, serta diduga ada satu kasus yang terjadi di Sulut.
“Adanya kasus dugaan keracunan etil glikol, yang menyebabkan kematian, mengingatkan kita baik sebagai orang tua pasien maupun pasien, tidak boleh mengkonsumsi obat secara sembarangan, terutama pada anak-anak,” tambah Dokter Anak Konsultan Infeksi dan Penyakit Tropis, yang merupakan Anggota American Society of Tropical Medicine and Hygiene (ASTMH) dan anggota European Society Pediatric Infection Disease (ESPID) ini.
Sementara itu, Juru Bicara (Jubir) Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril menjelaskan 18 kasus yang dilaporkan bukanlah kasus baru, melainkan akumulasi dari kasus sebelumnya yang baru dilaporkan ke Kemenkes. (Graceywakary)